PJ.Gubernur Aceh Bustami Hamzah Resmi Ganti Posisi Plh Kadisdik Aceh Dari Asbaruddin Kepada Fakhrial, Begini Kata Para Pakar

PJ.Gubernur Aceh Bustami Hamzah Resmi Ganti Posisi Plh Kadisdik Aceh Dari Asbaruddin Kepada Fakhrial, Begini Kata Para Pakar

Banda Aceh | Radarnews

PJ. Gubernur Aceh Bustami Hamzah resmi menggantikan Posisi Pelaksanaan harian (Plh) Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Aceh dari Asbaruddin kepada Fakhrial, Pejabat Baru tersebut saat ini juga memang merupakan Sekretaris Dinas Pendidikan Aceh.

Berdasarkan Surat Perintah Harian Nomor: Peg. 821.22/II/2024 Tertanggal 26 – Maret – 2024, yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh PJ. Gubernur Aceh Bustami. Maka, Fachrial dipercaya menduduki Plh. Kadisdik Aceh menggantikan Plh. Kadisdik Aceh yang lama Asbaruddin. Memang Asbaruddin sudah menduduki Jabatan Plh Kadisdik Aceh tersebut sudah lebih dari Satu Tahun lamanya.

Langkah yang diambil oleh PJ. Gubernur Aceh Bustami tersebut sudah cukup tepat. Pasalnya, Asbaruddin sudah cukup Lama menduduki Jabatan Plh. Kadisdik Aceh tersebut, sehingga Bustami tidak salah mengganti Posisi Pelaksanaan harian Kadis Pendidikan Aceh tersebut.

Penunjukkan Asbaruddin yang saat itu menjabat sebagai Kabid Pembinaan SMK pada Disdik Aceh, sempat mengemban jabatan Kadisdik Aceh tertuang dalam keputusan Gubernur Aceh Nomor: Pegawai.821.22/10/2023 yang lalu semasa PJ. Gubernur Aceh Achmad Marzuki. Dan kini dikembalikan ke Posisi semula.

Dilansir dari KBA ONE, Senin (01/04/2024). Pemerhati Pendidikan dan Kebijakan Publik, Nasrul Zaman, menilai Kepala Dinas Pendidikan Aceh Alhudri telah gagal memajukan pendidikan di Aceh.

“Banyak parameter yang bisa dijadikan acuan untuk melihat kegagalan itu. Pastinya, pendidikan di Aceh bagai jauh panggang dari api,” Ungkap Doktor Nasrul Zaman.

Nasrul juga mengomentari soal kelulusan Seleksi Nasional Berdasarkan Test (SNBT) tahun 2023 Aceh yang kini bertengger diposisi ranking 9 dari pendaftar sebanyak 16.550 siswa dan kelulusan sebanyak 6.734 siswa atau 41 % dari total pendaftar SNBT.

Nasrul berpendapat kelulusan sebanyak 41 % itu termasuk sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) dari Kemenag, sementara kelulusan itu juga belum ada data dari PTN mana saja. “Jika banyak yang lulus di PTN lokal, itu berarti persoalan baru pendidikan di Aceh,” katanya.

Melihat kondisi terkini dunia pendidikan di Aceh, Nasrul Zaman mengaku prihatin mengingat dana yang dikucurkan setiap tahun ke dinas ini angkanya mencapai triliunan rupiah.

“Pendidikan Aceh masih sangat jauh dari harapan. Sebab, sisa kelulusan siswa-siswa di Aceh masih harus bertarung lewat jalur mandiri,” katanya.

Nasrul mengaku sudah bisa memprediksi kondisi buruknya pendidikan di Aceh jauh – jauh hari. Pertama, katanya, pemerintah Aceh belum pernah mengevaluasi secara menyeluruh terhadap seluruh program pengembangan pendidikan, termasuk Sekolah Menengah Atas (SMA).

Disisi lain, penilaian Nasrul Zaman, pihak dinas pendidikan di Aceh agak terselubung penanganannya, bahkan tidak melibatkan para pihak dalam pembangunan di Aceh.

Nasrul mencontohkan dalam persiapan masuk perguruan tinggi hampir tidak ada peran aktif perguruan tinggi dalam mendorong anak didik SMA bisa leluasa ikut test perguruan tinggi.

Kemudian, kata Nasrul Zaman, masih ada indikasi “pompa nilai” di level sekolah agar kuantitas siswa lulus di jalur prestasi meningkat. Tapi kenyataannya, banyak yang gagal saat berkompetisi dengan mahasiswa dari berbagai daerah lantaran kualitas ilmunya terbatas.

Menurut Nasrul Zaman, kondisi ini sangat memprihatinkan dan memalukan. Padahal, sektor pendidikan telah ditunjang dengan anggaran rakyat yang begitu besar.

“Jadi pantaslah kalau disebut bahwa Kadisdik Aceh Alhudri telah gagal memajukan pendidikan di Aceh,” tegas Nasrul Zaman.

Kemudian ditambah lagi dari Pemerhati dunia pendidikan Aceh, Tabrani Yunis, menilai komitmen Pemerintah Aceh membangun pendidikan, khususnya pada level jenjang pendidikan menengah atas (SMA, SMK) dan SLB, semakin rendah.

“Pemerintah Aceh tidak konsisten dengan regulasi yang dibuat sendiri,” kata Tabrani Yunis.

Tabrani memberi contoh proses pengangkatan Kepala Dinas Pendidikan Aceh berada di bawah payung Pemerintah Aceh yang ditetapkan harus melalui mekanisme baperjakat dan fit and proper test, tapi realitanya tidak dilaksanakan sesuai regulasi yang ditetapkan.

Gambaran itu, kata Tabrani Yunis, bisa dilihat dari pengangkatan Alhudri sebagai Kepala Dinas Pendidikan Aceh yang didasarkan atas kepentingan politik penguasa, terutama di era Irwandi dan Nova. “Tidak dari hasil penilaian baperjakat yang berbasis peningkatan karir,” jelas Tabrani.

Sehingga, tambah Tabrani, Pemerintah Aceh menempatkan orang yang tidak layak (Alhudri) menjadi Kepala Dinas Pendidikan. Idealnya, kata dia, dinas ini dipimpin oleh kepala dinas yang mengerti masalah pendidikan Aceh, khususnya pada level menengah.

Akibatnya, pendidikan Aceh di level menengah tersebut berjalan tanpa arah kiblat yang jelas. “Mengalami apa yang kita sebut sebagai bentuk disorientasi pendidikan,” jelas Tabrani Yunis.

Kedua, pembangunan pendidikan di level sekolah menengah tak bisa dibangun dengan baik karena para pengelola pendidikan di Aceh tidak mengetahui akar masalah yang harus diselesaikan. “Apa yang bisa diharapkan dari kepala dinas dan jajaran yang tidak memahami dan tidak mengetahui akar masalah pendidikan Aceh tersebut?” tanya Tabrani.

Dampak terburuknya, lanjut Tabrani Yunis, upaya perbaikan dan peningkatan kualitas tidak bisa terjadi karena tidak menemukan akar masalah pendidikan Aceh. Selama ini, katanya, apa yang dilakukan adalah sebagai bentuk reaktif terhadap kritik atau kondisi buruk di wajah pendidikan Aceh, seperti terkait rendahnya jumlah siswa Aceh yang mampu bersaing di PTN terkemuka.

Dengan kata lain, ungkap Tabrani, langkah-langkah yang dilakukan selama ini hanya untuk mengatasi masalah yang muncul di permukaan, sementara masalah dasar pendidikan tidak tersentuh. “Coba tanya kepada Kadisdik, Sekdis dan Kabid di Dinas Pendidikan, apa akar masalah pendidikan Aceh? Pasti mereka tidak paham,” katanya.

Menurut Tabrani, Pemerintah Aceh semakin tidak serius ketika kritik dan protes masyarakat terhadap Kadisdik tidak dipedulikan. Bahkan lebih ironi, membiarkan Dinas Pendidikan Aceh dijalankan oleh seorang Plh dan Kadisnya merangkap jabatan sebagai Pj Bupati Gayo Lues. “Ini sangat merugikan pendidikan Aceh,” tegas Tabrani.

Tabrani menilai sikap sembrono memilih Kepala Dinas Pendidikan membuktikan bahwa Pemerintah Aceh tidak mampu dan tidak mau menempatkan orang memiliki kapasitas yang tepat untuk menduduki poisisi Kepala Dinas Pendidikan Aceh. “Masih banyak orang Aceh yang hebat dan kompeten untuk mengurusi dunia pendidikan Aceh yang berada di ambang kehancuran,” tutup Tabrani Yunis.

Alhudri, Kepala Dinas Pendidikan Aceh yang kini menjabat Pj Bupati Gayo Lues, belum merespon pertanyaan KBA.ONE yang dikirim via pesan whatsapp, Kamis 15 Juni 2023.

Ditambah lagi dari Lembaga Pemantau Pendidikan Aceh (LP2A), Dr. Sam juga membantah keras framing yang dikembangkan oleh Dinas Pendidikan (Disdik) setempat yang mengidentikkan persentase kelulusan siswa pada SNBP sebagai prestasi pendidikan. “Ini hoax dan pembohongan publik,” ujar Samsuardi, Kepada Media Aceh connecr pada Senin (1/4/2024) tadi.

Ketua LP2A itu menyampaikan kritiknya terhadap Disdik Aceh yang dinilai saban tahun terus membodohi masyarakat. Akademisi yang populer dengan panggilan Dr Sam itu meminta Kadisdik Aceh agar menghentikan kebiasaan buruk yang menipu tersebut.

Dia mengatakan, framing yang sama terus diulang-ulang setiap tahun.

Melalui publikasi media pendukungnya, kadisdik alhudri terus membangun imej seakan-akan telah berhasil membangun pendidikan dengan memperlihatkan data persentase kelulusan ptn tersebut. Padahal, dia sama sekali tidak melakukan apa-apa untuk membenahi pendidikan karena memang tidak punya kapasitas.

Dr Sam menerangkan, tidak ada korelasi antara angka persentase kelulusan siswa Aceh pada Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP) yang mencapai 42,12 persen dengan peningkatan mutu pendidikan. Kedua hal itu merupakan varibel berbeda. “Karena itu, Kadisdik jangan membuat kesimpulan seakan-akan persentase 5 besar nasional itu sebagai bukti telah terjadi perbaikan kualitas kelulusan siswa Aceh. Ini klaim yang membodohi masyarakat,” ucapnya.

Dia meminta Kadisdik Aceh untuk tidak terus menciptakan narasi hoax dan pembohongan publik setiap tahun. “Kelulusan SNBP tidak ada sangkut-pautnya dengan perbaikan mutu kelulusan siswa Aceh. Apalagi menframing seolah-olah pendidikan Aceh sudah hebat dengan tingginya angka kelululusan di peringkat 5 nasional,” kata akademisi ini.

Dijelaskan, persentase kelulusan pada SNBP hanya untuk melihat angka partisipasi siswa yang mengakses pendidikan tinggi. Artinya, bukan parameter untuk memperbadingkan prestasi kelulusasan siswa Aceh dengan provinsi lain.

Kualitas kelulusan siswa, kata dia, justeru nanti akan diukur pada nilai tes masuk PTN lewat seleksi Ujian Tes Berbasis Komputer (UTBK) dengan melihat skor nilai tertinggi rata-rata siswa Aceh yang kemudian disandingkan dengan nilai siswa provinsi lainnya. “Itulah parameter yang sesuhngguhnya untuk melihat secara obyektif mutu kelulusan siswa antarprovinsi secara nasional,” jelasnya.

Sebagai pembuktian misalnya, hasil publikasi laporan Ujian Tes Berbasis Komputer – Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi (UTBK–SBMPTN) tahun 2021, 2022 dan 2023, kelulusan siswa Aceh terus anjlok di urutan paling bawah secara nasional, bahkan kalah jauh dengan provinsi Bengkulu yang nilai rata-rata tertinggi siswa SMA/SMK berada di peringkat 13 nasional (TKA Saintek 490.10 point), sedangkan Aceh di peringkat 27 ujung dari 34 provinsi Indonesia (TKA Saintek 478.51 point).

Ini artinya, kata Dr Sam, kepemimpinan Alhudri selama tiga tahun gagal total memperbaiki kualitas mutu pendidikan SMA/SMK di Aceh. Karena itu, Alhudri dinilai tidak pantas terus-terusan “jual kecap” dengan menggunakan data SNBP sebagai pembenaran peningkaan mutu pendidikan. “Itu narasi hoax dan pembohongan publik,” tuturnya.

Diungkapkan, Aceh merupakan daerah dengan populasi penduduk lebih sedikit (sekitar 4 juta jiwa) tapi memiliki jumlah PTN terbanyak. PTN yang melaksanakan SNBP meliputi Universitas Syiah Kuala, UIN Ar Raniry, Universitas Teuku Umar (UT), Universitas Malukusaleh (UNIMAL), Universitas Samudra, dan Instistut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh. Setiap PTN secara nasional termasuk Aceh telah membagi kuota untuk daya tampung mahasiswa baru di tahun 2024 pada jalur SNBP sebesar 30%, jalur UTBK 40% dan jaur Mandiri 30%.

Jumlah siswa Aceh yang mendaftar jalur SNBP pada 2024 mencapai 16.456 siswa dengan kelulusan 6. 888 atau 41,86%. Manyoritas siswa Aceh lulus di PTN lokal di atas 90% karena untuk memenuhi daya tampung PTN lewat jalur SNBP. Logikanya, jika PTN tidak meluluskan siswa lokal Aceh, maka kampus bakal kesulitan memenuhi kuota 30% di jalur SNBP karena tidak mungkin dibiarkan kosong. Berharap siswa luar Aceh mendaftar juga sangat kecil kemungkinan karena terbatasnya peminat.

Oleh karenanya, Dr Sam kembali mengingatkankan, bahwa tingginya persentase kelulusan SNBP siswa Aceh yang berada di peringkat 5 nasional sangat wajar. Faktornya itu tadi, karena jumlah PTN di Aceh sudah banyak dan siswanya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia.

Karena itu, hal yang sangat wajar jika angka persentase kelulusan siswa Aceh di PTN lewat jalur ini jadi tinggisecara. “Juga harus diingat, tingginya persentase kelulusan tidak hanya terjadi pada saat Disdik Aceh dipimpin oleh Alhudri, melainkan sudah terjadi jauh sebelumnya, bahkan sejak dipimpin Laisani, Syaridin, dan Rahmat Fitri,” ujarnya.

LP2A sudah memprediksi, bahwa Alhudri pasti akan menggunakan data persentase kelululusan siswa lewat jalur SNBP sebagai bukti kalau dia sudah berhasil meningkatkan mutu pendidikan. Fraiming yang sama juga pernah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Bahkan di duga meminta pengaruh Gubernur Nova Iriansyah dan Sekda Taqwallah, waktu itu, Disdik pernah meminta agar seluruh SKPA memasang papan bunga dan iklan ucapan selamat atas prestasi “bohong-bohongan” tersebut.

Menurut Dr Sam, apa yang dilakukan Alhudri tidak lain hanya pencitraan semu. Mantan Kadis Sosial yang tidak punya kapasitas memimpin Disdik Aceh itu, dinilai, tidak melakukan pemecahan subtansi dari permasalahan yang menjadi penyebab terpuruknya mutu pendidikan jenjang SMA/SMK di Aceh. “Karena fokusnya hanya mengkelabui opini publik. Sekilas terlihat motifnya hanya untuk mengamankan jabatan supaya tidak dicopot oleh Pj Gubernur Bustami Hamzah,” kata ketua LP2A.

Ia meminta Pj Gubernur Bustami Hamzah tidak mudah terkecoh oleh akal bulus tersebut. “Makanya segera evaluasi kinerja Disdik dan tidak termakan narasi usang yang menyesatkan publik yang terus dikembangkan oleh Alhudri dan tim buzzernya,” tutup Dr Sam. [Tim Media ]

RADAR NEWS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.