” Tambang Liar Pasir Besi Cidaun Cianjur: Ajang Bagi-Bagi Rezeki atau Ancaman Lingkungan?”

Radar Bhayangkara Indonesia | Jawabarat, 1 Februari 2025, Mengingat carut marutnya konflik pasir besi secara umum di Indonesia, memang harus ada sikap tegas dari pemerintah dan penegakan hukum yang lebih tuntas. Dinas Pertambangan Daerah pun akan menjadi ompong serta tidak berdaya tanpa adanya tindakan tegas dari aparat penegak hukum dalam hal ini Kepolisian kepada pelaku-pelaku penambang liar. Dan akan lebih tidak bergigi lagi jika pemerintah sebagai pembuat regulasi tidak memberikan sanksi yang berat kepada penambang liar yang notabene jelas-jelas ilegal tersebut.
Seperti halnya yang terjadi di Cianjur, Pemerintah Kabupaten Cianjur Jawa Barat seakan tak berkutik atas maraknya tambang liar di sejumlah wilayahnya. Contohnya yang ada di Kecamatan Cidaun misalnya, berdasarkan pemantauan dan hasil investigasi tim Radar Bhayangkara Indonesia dilapangan akhir-akhir ini didapati fakta yang cukup mengejutkan. Bagaimana tidak, para penambang liar disana bisa dikatakan selain marak juga cukup terorganisir dimana hal tersebut ternyata berlangsung sudah cukup lama namun seakan terkesan tidak ada pengawasan dan tidak tersentuh aparat penegak hukum.
Dilapangan tim Radar Bhayangkara Indonesia berhasil mewawancarai beberapa sumber baik dari pelaku penambang liar itu sendiri maupun dari yang mengaku sebagai koordinator / penanggungjawab juga dari sumber-sumber lainnya. Sebut saja Deni, atau yang lebih akrab dikenal dengan panggilan “Haji Deni” , adalah salah seorang pengelola yang menggkordinir kegiatan tambang liar di Desa Sukapura Kecamatan Cidaun dengan lugas mengakui bahwa apa yang dilakukannya itu tanpa mengantongi ijin, Selain melakukan eksplorasi penambangan, Deni pun melakukan pengolahan dari raw matrial menjadi konsentrat (bahan setengah jadi). Dalam melaksanakan kegiatannya selain memiliki beberapa pegawai atau tukang (penambang dan pengolah) Deni juga memiliki tempat dan alat untuk produksi pengolahan sederhana berupa mesin magnetik sparator serta beberapa armada angkutan untuk menjual konsentrat pasir besi tersebut ke beberapa perusahaan baik pabrik semen maupun perusahaan trading dibidang pasir besi yang ada di sekitaran Cianjur dan Sukabumi, bahkan sampai ke Jakarta dan wilayah Jababeka (Jawa barat – Bekasi) dan sekitarnya.
Saat dikonfirmasi lewat saluran telepon, Deni mengaku bahwa kegiatan yang dilakukannya itu adalah dibawah naungan seseorang yang bernama Feri. Menurut Deni juga berdasarkan keterangan dari beberapa sumber yang lainnya ternyata selain Deni terdapat banyak pengelola yang lainnya yang mengkordinir tambang liar tanpa ijin diantaranya berinisial “RH” yang beroprasi di Simpang Jambe Desa Sukapura, “AJ” beroprasi daerah Ciwidig Desa Kertajadi, “EW” beroprasi di daerah Solokmini Desa Cisalak, yang kesemua pengelola tambang liar tersebut berada dibawah naungan Feri yang bertindak selaku koordinator atau penanggungjawabnya. Menurut mereka peran Feri yang lain adalah mengurus surat jalan untuk setiap pengiriman keluar daerah Cidaun, yaitu untuk jenis Raw Matrial kebanyakan dikirim ke beberapa pabrik semen yang berada di daerah Kabupaten Sukabumi, sedangkan untuk jenis konsentrat banyak dikirim ke perusahaan Trading dibidang General Kontraktor dan Steel Structure yang ada di Jakarta dan wilayah Jawa Barat dan Bekasi (Jababeka).
Saat ditanyakan kepada Deni bukankah kegiatan yang dilakukannya itu adalah melanggar ketentuan dan peraturan pemerintah bahkan jelas-jelas merupakan perbuatan melawan hukum ? Deni menjawab “Kalau sayamah orang kerjalah, kalau kata pak Feri berangkat ya berangkat, kalau ada surat (surat jalan, – Red.) ya berangkat” katanya. Deni pun menambahkan bahwa dirinya pada sekira 2 atau 3 bulan yang lalu (sekitar bulan November 2024 – Red.) dirinya pernah ditangkap petugas dari Kepolisian dan dengan lugunya menyampaikan “Saya memang pernah dipanggil dari Polda… Polres juga… ya bisa dibilang saya pernah dibawa gitulah, kemudian kalau secara mungkin secara kepemerintahan mungkin tidak bolehlah gitu, tapi secara hati nurani mungkin yah silakan bisa dibilang ya, Pa Feri-lah yang lebih tau gitu sudah mengijinkan gitulah yang penting tidak mengganggu kerusakan alam gitulah” imbuhnya.
Selanjutnya di waktu yang terpisah, tim Radar BI berhasil menemui dan mengkonfirmasi langsung kepada Feri yang disebut-sebut sebagai Kordinator dan penanggungjawab tersebut diawal keterangannya Feri mengaku dirinya bagian legal dari PT. ALA (Anugrah Lestari Alam) sebuah perusahaan tambang yang berkantor di Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur, namun ketika diminta menunjukan legalitas dan dokumen perijinan perusahaan yang dimaksud Feri pun tidak kunjung menunjukannya, bahkan Feri mengaku bahwa perusahaan tersebut saat ini sedang tidak beroprasi dikarenakan dalam masa perpanjangan RKAB (Rencana Kegiatan Anggaran dan Belanja – Red.) dan masih dari pengakuannya kalaupun ada kegiatan yaitu untuk menjual stok lama saja.
Sementara diketahui dari sumber yang lain bahwa Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUP) untuk PT ALA itu sendiri ternyata bukan untuk di Cidaun melainkan untuk kegiatan penambangan di daerah Sindangbarang, dan jika hal itu benar adanya maka muncul pertanyaan “Apa hubungannya dalam hal ini PT. ALA yang memiliki WIUP di Kecamatan Sindangbarang dengan para penambang liar yang ada di Kecamatan Cidaun ?”
Terkhusus menyangkut pengakuan dari Deni juga sumber yang lainnya yang menyebutkan dirinya sebagai Koordinator dan penanggungjawab dari para penambang liar yang meliputi beberapa Desa di Kecamatan Cidaun Feri pun tidak membantahnya, selain membenarkan juga menjelaskan bahwa peran dia yang lebih utama adalah sebagai kordinator terkait kondusifitas dilapangan. Adapun tanggapannya atas pernyataan Deni yang mengaku pernah dipanggil atau dibawa oleh pihak Kepolisian Feri menjelaskan “Itu bukan dipanggil tetapi dari bagian Tipiter Polda Jabar pernah datang ke lapangan saja”. Lebih jauh Feri menyampaikan “Saya menjadi koordinator terkait kondusifitas dilapangan karena 2 atau 3 bulan yang lalu itu mereka (para penambang liar – Red.) kena pemerasan 60 juta oleh saudara “JM” dan kawan-kawan yang mencatut mengatasnamakan Polda, dan Polda dikonform itu tidak pernah” jelasnya. Saat ditanya apa alasan yang mendasari dirinya mau mengkordinir kegiatan tambang ilegal, Feri menjawab “Saya berdasarkan hati nurani saya bagi masyarakat !” tegasnya. “Saya juga tidak membenarkan pa, saya akui bahwa kegiatan anak-anak itu ilegal, karena ini tidak legal, ya kita kordinasikan ketika ada kawan-kawan dari LSM, Ormas, Media, ataupun ada Aparat, Ketika ada rejeki ayo babarengan (sama-sama – Red.) sesuai kemampuan anak-anak” pungkasnya.
Demikian sekelumit potret kondisi yang terjadi di kecamatan Cidaun Kabupaten Cianjur saat ini. Sungguh miris memang apa yang dilakukan para pelaku tambang liar yang seakan nekad dan tidak perduli dengan ketentuan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah bahkan terhadap Undang-Undang yang mengatur sanksi serta ancaman hukumannya. Padahal jika memperhatikan peraturan serta regulasi tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yaitu diantaranya Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah (PP) No. 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan dan PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan, Peraturan Mentri (Permen) ESDM No. 7 Tahun 2020 disitu sudah sangat gamblang tentang sanksi yang diancamkan kepada setiap yang melakukan kegiatan pertambangan dari mulai yang menambang, mengolah, juga bagi yang membeli serta menjual matial hasil tambang tersebut apabila tidak dilengkapi dengan ijin, maka diancam dengan hukuman pidana serta denda yang cukup serius. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 di Pasal 158 nya misalnya dengan tegas menyatakan : “Setiap orang yang melakukan penambangan liar tanpa Ijin Usaha Pertambangan (IUP), Ijin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagaimana dimaksud dalam pasal 37, pasal 40 ayat (3), pasal 48, pasal 67 ayat (1), pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”Kemudian selain kepada penambang yang melanggar, Undang-Undang tersebut juga memberi ancaman serius terhadap orang atau pihak yang melakukan kegiatan pertambangan dibidang lainnya, hal ini yaitu diatur di Pasal (161) nya yang menyatakan : “Setiap orang yang menampung, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, Pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan Mineral dan/atau Batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB, atau izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g, pasal 104, atau pasal 105 dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”
Untuk mengetahui dan mengungkap lebih jauh mengapa praktek kegiatan penambanbangan liar di Kecamatan Cidaun Kabupaten Cianjur begitu marak dan terorganisir bahkan sudah berlangsung cukup lama yaitu kurang lebih selama 14 tahun, menyusul sejak dikeluarkannya sudar edaran moratorium oleh Gubernur Jawa Barat pada tahun 2011 yang ditujukan kepada 5 (lima) Kabupaten yang berada di wilayah Jawa Barat bagian Selatan yakni Kabupaten Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Cianjur, dan Kabupaten Sukabumi. Selanjutnya memang harus dicari tau siapakah pihak-pihak yang ikut terlibat dalam persoalan ini, karena tidak mungkin kegiatan penambangan liar tersebut dapat berlangsung begitu lama tanpa adanya pihak-pihak yang saling berketerkaitan didalam mata rantai bisnis matrial pasir besi termasuk didalamnya pihak penampung, pembeli dan penjual maupun pihak-pihak yang merekayasa dan memalsukan dokumen-dokumen baik dokumen untuk penambangan, pengolahan, pengangkutan, serta pembelian dan penjualannya sehingga matrial pasir besi dari hasil tambang ilegal yang berasal dari Kecamatan Cidaun tersebut dapat leluasa dikirim sampai jauh keluar daerah.
Radar Bhayangkara Indonesia akan terus melakukan koordinasi dan mengkonfirmasi masalah ini ke pihak pemerintah baik pusat maupun daerah melalui stakeholder yang memiliki regulasi perijinan, pembinaan dan pengawasan melalui Kementrian ESDM dan Ditjen Minerba, juga institusi yang berwenang untuk penegakan hukum dalam hal ini jajaran Polres Cianjur dan Polda Jawa Barat juga tak terkecuali DPRD Kabupaten Cianjur serta pihak terkait lainnya. Sehingga persoalan tambang liar khususnya yang ada di Kecamatan Cidaun Kabupaten Cianjur ini menjadi perhatian semua pihak dan dapat diselesaikan dengan tuntas dan berkeadilan. [ J.Juansyah/Tim ]