Acara Kebo-Keboan Alasmalang Tahun 2023 Ini Digelar Dengan Nuansa Sangat Meriah

Acara Kebo-Keboan Alasmalang Tahun 2023 Ini Digelar Dengan Nuansa Sangat Meriah

Banyuwangi | Radar Bhayangkara Indonesia

Acara Ritual Kebo-Keboan Alasmalang yang digelar satu tahun sejak abad ke-18, tepatnya pada bulan Muharam atau suro meliputi penanggalan Jawa, ditahun 2023 ini digelar dengan nuansa yang baru dan sangat meriah, setelah sempat fakum selama 3 tahun. Ritual ini akan dilaksanakan selama hampir seminggu, mulai dari tanggal 24 hingga 30 Juli 2023.

Berbeda dengan sebelumnya yang hanya menggelar acara inti ritual saja, tahun ini adat ritual diwarnai dengan berbagai macam kegiatan dan pertunjukan seni. Mulai dari gebyar musik, klenongan, santunan anak yatim, seni jaranan hingga bazar UMKM, semua itu akan menjadi acara pendukung dari adat ritual ini.

Dony Agus Bahtiar, selaku sekretaris lembaga adat kebo-keboan Alasmalang, sejak dikonfirmasi oleh media pada Sabtu (29/7/2023), mengatakan, “keputusan untuk mengadakan adat ritual dengan suasana baru ini didasari oleh keinginan warga untuk menambah pendapatan, selain bertujuan untuk makin mempererat persatuan serta memupuk sifat gotong royong.

“Selain itu, hal ini juga bertujuan untuk memperkuat rasa cinta dan pelestarian adat budaya yang baik, serta agar semakin berkembang,” ujar Dony.

Diharapkan dengan partisipasi warga yang sangat baik, adat ritual ini semakin meriah, dan besarnya terima kasih kami disampaikan kepada saudara yang datang dari perantauan untuk memeriahkan acara ini,” lanjut Dony.

Acara ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah Desa Alasmalang dan pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Kepala Desa Alasmalang, Hadi Surigo menyatakan bahwa adat ritual Kebo-Keboan harus tetap dipertahankan. “Pemerintah desa siap mendukung demi suksesnya pelaksanaan ritual adat yang sudah berlangsung turun-temurun ini,” ujarnya.

Sejarah adat ritual Kebo-Keboan ini dimulai pada abad ke-18 ketika Desa Alasmalang mengalami musibah “pagebluk” atau wabah penyakit yang merenggut banyak nyawa manusia, hewan ternak, dan tanaman. Mbah Kati, sesepuh Desa waktu itu melakukan tirakat semedi di Watu Kloso dan meminta petunjuk kepada yang kuasa. Akhirnya, diputuskan untuk mengadakan selamatan Desa dan saat acara berlangsung, banyak orang yang kerasukan dan menyerupai kerbau. Disinilah terungkap adanya Danyang kerbau yang dikenal dengan sebutan Kebo Mecuet. Sejak saat itu, adat ritual bersih desa ini digelar dengan selalu menggambarkan kebo-keboan, karena banyak warga yang kesurupan dan menyerupai kerbau.

Adat ritual ini juga berkaitan erat dengan peranan figur Dewi Sri, Dewi kesuburan dan kemakmuran. Sebelum acara dimulai, pihak pawang kebo-keboan akan meletakkan peras atau sesajen pada empat titik yang ada di empat dusun, yaitu Watu Kloso, Watu Nogo, Watu Gajah, dan Watu Karang. Hal ini dilakukan sebagai bentuk perwujudan kesucian ritual dan sebagai benteng dari segala hal buruk, dengan harapan agar musibah menjauh dari dusun-dusun tersebut.

Partisipasi masyarakat dalam menjaga dan melestarikan adat Kebo-Keboan ini sangat penting. Dukungan dari pemerintah dan masyarakat setempat juga menjadi kunci keberhasilan acara ini.

RADAR NEWS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.