Kejati Sumut Libatkan Mahasiswa Dalam Ekspose 3 Perkara Untuk Dihentikan Dengan Pendekatan Keadilan Restoratif
Medan | Radar Bhayangkara Indonesia
Proses ekspose perkara yang diusulkan untuk dihentikan dengan pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara kembali melibatkan beberapa orang mahasiswa fakultas hukum Universitas Sumatera Utara yand sedang melakukan praktik kerja atau magang di Kantor Kejati Sumut, Rabu (26/7/2023).
Ekspose 3 perkara tersebut disampaikan Kajati Sumut Idianto, SH,MH kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Fadil Zumhana didampingi Direktur TP Oharda pada JAM Pidum Agnes Triani, SH,MH, Koordinator pada JAM Pidum dan pejabat lainnya dari ruang Vicon Lantai 2 Kantor Kejati Sumut, Jalan AH Nasution Medan.
Kajati Sumut Idianto, SH,MH didampingi Wakajati Drs.Joko Purwanto, SH, Aspidum Luhur Istighfar, SH,M.Hum, Kabag TU, Koordinator, dan para Kasi menyampaikan ekspose perkara secara daring. Dan, kegiatan ekspose juga diikuti Kajari Padag Lawas, Kajari Deli Serdang Dr. Jabal Nur, Kajari Langkat MeiAbeto Harahap,SH,MH, Kacabjari Deli Serdang di Labuhan Deli dan JPU dari perkara yang diekspose.
Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan, SH,MH menyampaikan bahwa 3 perkara yang disetujui dihentikan penuntutannya dengan pendekatan keadilan restoratif adalah dari Kejari Padang Lawas, Kejari Langkat dan Cabang Kejaksaan NegeriDeliSerdang di Labuhan Deli. Dengan bertambahnya 3 perkara ini, berarti Kejati Sumut sudah menghentikan 69 perkara dengan pendekatan keadilan restratif.
Perkara pertama berasal dari Kejari Padanglawas dengan tersangka Syawal Hasibuan melakukan penganiayaan.pemukulan terhadap saudaranya Gabena Tanjung. Tersangka dikenai Pasal 351 ayat (1) KUHPidana. Kemudian, perkara dari Kejari Langkat dan Cabang Kejaksaan Negeri Deli Serdang di Labuhan Deli sama-sama melakukan tindak pidana pencurian kelapa sawit milik perkebunan.
“Dari Kejari Langkat tersangka atas nama Supianto alias Anto melanggar Pasal 111 UU No.39 Tahun 2014 tentang Perkebunan “melakukan perbuatan menadah hasil usaha perkebunan yang diperoleh dari hasil penjahrahan atau pencurian” Atau Pasal 107 Huruf d UU No.39 Tahun 2014 tentang Perkebunan “memanen/memungut hasil perkebunan secara tidak sah” dan Pasal 362 KUHPidana “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian”, papar Yos A Tarigan.
Lebih lanjut mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini menyampaikan perkara ketiga adalah dari Cabjari Labuhan Deli dengan tersangka atas nama Sopan Soian Sinaga mencuri TBS kelapa sawit milik PTPN II Bandar Klipa. Tersangka melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHPidana “Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, Pasal 363 ayat (1) ke-5 KUHPidana “pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu” dan Pasal 111 UU No.39 Tahun 2014 tentang Perkebunan “melakukan perbuatan menadah hasil usaha perkebunan yang diperoleh dari hasil penjahrahan atau pencurian atau Pasal 107 Huruf d UU No.39 Tahun 2014 tentang Perkebunan “memanen/memungut hasil perkebunan secara tidak sah”.
“Tiga perkara ini disetujui JAM Pidum untuk dihentikan penuntutannya dengan pendekatan keadilan restoratif dan berpedoman pada peraturan Jaksa Agung No. 15 Tahun 2020, yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian akibat pencurian yang dilakukan tersangka di bawah dua setengah juta rupiah, ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dalam hal ini pihak perkebunan, dan direspons positif oleh keluarga,” kata Yos A Tarigan.
Karena antara tersangka dan korban sudah ada kesepakatan berdamai, lanjut Yos dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Proses pelaksanaan perdamaian disaksikan keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, pihak perkbunan dan difasilitasi masing-masing Kajari serta didampingi jaksa yang menangani perkaranya.
Yos A Tarigan menambahkan, dilakukannya penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif, artinya di antar tersangka dan korban tidak ada lagi dendam dan telah membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula.
“Keterbukaan proses ekspose perkara kepada JAM Pidum, Kejati Sumut melibatkan langsung beberapa mahasiswa untuk menyaksikan bagaimana proses penerapan Perja No.15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif, yang tujuannya adalah menciptakan harmoni di tengah masyarakat,” tandasnya.(Sembiring/FWK)