Ketua DPD Akpersi Jabar: Tidak Kooperatif Direktur RSUD Cabangbungin, Mangkir dari Panggilan Penyidik Krimsus Polres Bekasi 

Ketua DPD Akpersi Jabar: Tidak Kooperatif Direktur RSUD Cabangbungin, Mangkir dari Panggilan Penyidik Krimsus Polres Bekasi 

BEKASI, Radar BI– Kasus dugaan malpraktik yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cabangbungin, Kabupaten Bekasi, yang diduga ada kelalaian dan keterlibatan Pimpinan RSUD terus menuai sorotan publik.

Dalam perkara dugaan malapraktik yang terjadi di RSUD Cabangbungin Bekasi.Unit Kriminal Khusus (Krimsus) Polres Metro Bekasi dalam menindaklanjuti laporan Masyarakat atas dugaan kelalaian medis yang menyebabkan kehilangan bola mata pada salah seorang  pasien RSUD.Polres Metro Bekasi melalui Penyidik Satreskrim,melayangkan surat panggilan kepada Direktur RSUD Cabangbungin Bekasi dr.Eni Herdani guna mengklarifikasi terkait laporan korban dugaan malapraktik yang terjadi di RSUD Cabangbungin tersebut.

Berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/2486/VII/2025/Polres Metro Bekasi/Polda Metro Jaya, tertanggal 7 Juli 2025, penyidik menjadwalkan pemanggilan terhadap Direktur Utama RSUD Cabangbungin, dr. Eni Herdani, untuk memberikan klarifikasi pada Rabu (15/10/2025) pukul 10.00 WIB di Polres Metro Bekasi.

Namun, hingga waktu pemeriksaan yang ditetapkan, dr. Eni Herdani tidak hadir alias mangkir dari panggilan resmi penyidik.

Ketidakhadiran pimpinan RSUD Cabangbungin tersebut dibenarkan oleh Brigpol Sukma Nurjaya, S.IP, penyidik Unit Krimsus Polres Metro Bekasi. Menurutnya, pihak rumah sakit hanya memberikan alasan singkat bahwa sang Direktur memiliki urusan lain.

“Benar, Direktur RSUD Cabangbungin tidak hadir dalam pemanggilan hari ini. Alasannya karena ada urusan lain. Kami akan menjadwalkan ulang pemanggilan untuk klarifikasi lanjutan, pada hari rabu depan,”ungkap Brigpol Sukma Nurjaya saat ditemui diruang kerja , Rabu (15/10/2025).

Terkesan tidak Kooperatif dan mangkirnya Direktur RSUD Cabangbungin Bekasi,Ketua DPD Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (Akpersi) Jawa Barat, Ahmad Syarifudin, C.BJ., C.EJ, angkat bicara.

Ahmad Syarifudin,menilai tindakan mangkir tersebut merupakan bentuk ketidakpatuhan (tidak kooperatif) terhadap penegakan hukum, serta mencederai kepercayaan publik terhadap Lembaga Pelayanan Publik Kesehatan Daerah Bekasi

“Seorang Direktur Utama Rumah Sakit Daerah seharusnya memberi contoh sikap yang profesional

Menurut Ahmad,”alasan ada urusan lain,hal tersebut tidak pantas disampaikan dalam kasus serius seperti dugaan malpraktik, apalagi yang menyebabkan luka berat bahkan bisa menyebabkan kematian pada pasien,” ungkap Ahmad Syarifudin.

“Ketidakhadiran tersebut menunjukkan tidak kooperatifnya  seorang pimpinan RSUD terhadap proses hukum,serta kurangnya transparansi dan tanggung jawab moral kepada Masyarakat,”terangnya

“Kalau memang tidak bersalah, datang dan klarifikasi. Tapi jika justru menghindar, itu akan menimbulkan dugaan publik bahwa ada sesuatu yang ditutup-tutupi.

Karena seorang pejabat pelayan publik, yang bekerja di RSUD milik Pemerintah Daerah harus tunduk pada hukum dan etika,” ujarnya.

Dalam perspektif hukum kesehatan, pimpinan Rumah Sakit tidak hanya memiliki tanggung jawab secara administratif, tetapi juga pidana, perdata, dan etik profesi, jika terbukti lalai dalam fungsi pengawasan atau manajemen yang berujung pada terjadinya malpraktik.

Kepala rumah sakit dapat dimintai pertanggungjawaban pidana apabila terbukti ada kelalaian serius atau pembiaran sistemik, terutama jika kelalaian itu menyebabkan kematian pasien atau cacat permanen.

Jika pimpinan Rumah Sakit berstatus sebagai Dokter, maka yang bersangkutan juga dapat diperiksa oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI),guna pertanggung jawaban Etika Profesi

Sanksinya bisa berupa teguran keras hingga pencabutan Surat Izin Praktik (SIP) bila terbukti melanggar kode etik kedokteran.

Berdasarkan UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, instansi berwenang seperti Kementerian Kesehatan atau Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi dapat memberikan sanksi administratif, di antaranya:Memberikan surat teguran terhadap pimpinan Rumah Sakit dan Pembekuan izin operasional sementara,hingga pencabutan izin operasional secara permanen jika ditemukan pelanggaran berat.

Pertanggungjawaban secara Perdata,Rumah sakit juga dapat digugat  oleh pihak keluarga korban.

“Jelas Pasal 46 UU Rumah Sakit menegaskan, bahwa Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum atas kelalaian tenaga medis yang bekerja di bawah naungannya.

Faktor yang menentukan sanksi, tergantung besaran dan jenis sanksi yang akan dijatuhkan terhadap kepala Rumah Sakit.Ini sangat bergantung pada tingkat kelalaian,apakah kelalaian bersifat individu atau sistemik.

Bukti keterlibatan,apakah Direktur turut dalam pengambilan keputusan medis, terkait Kepatuhan terhadap aturan Internal Rumah Sakit

Lalu tindak lanjut dan itikad baik dalam memberi kompensasi serta memperbaiki sistem pelayanan.

“Jika terbukti lalai secara sistemik, maka Direktur Rumah Sakit tidak bisa berlindung di balik alasan teknis. Ia wajib bertanggung jawab secara hukum dan moral,” tegas Ahmad Syarifudin.

Polres Metro Bekasi dijadwalkan akan melayangkan panggilan ulang terhadap Direktur RSUD Cabangbungin dalam waktu dekat.

“Jika kembali mangkir tanpa alasan yang sah, penyidik berwenang mengambil langkah hukum tegas sesuai prosedur penyidikan secara hukum pidana.

Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, pihak RSUD Cabangbungin maupun Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi belum memberikan pernyataan resmi terkait ketidakhadiran dr. Eni Herdani dalam agenda undangan klarifikasi tersebut.

Publik kini menanti sikap tegas dari aparat penegak hukum dan Pemerintah Daerah untuk memastikan bahwa dugaan malpraktik ini tidak berakhir tanpa kepastian hukum, serta menjadi momentum perbaikan sistem pengawasan Rumah Sakit di Kabupaten Bekasi.@Mulis

RADAR NEWS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *